Jumat malam, Ba'da isya, saya kedatangan sahabat saya sewaktu kuliah,
awalnya hanya untuk sebuah keperluan sesaat, tapi ternyata kita hanyut
dalam perbincangan sampai hampir tengah malam.
Berawal membahas
sedikit keperluannya, lalu ngalor ngidul bernostalgia kisah waktu
kuliah, aktifitas sekarang hingga bercurhat ria. Ya, curhat. Kaget ya kl
laki laki suka curhat juga? Hehe
"Zun, ane suka iri liat ente
dan teman teman hidup harmonis dengan keluarga. Sedangkan ane antum tau
sendiri seperti anak yang gak dianggap oleh kedua orang tua ane"
kisahnya mengawali.
"Sejak kecil ane jauh dari kasih sayang orang
tua. Ane banyak menghabiskan waktu saat kecil bersama engkong ane.
Sedangkan kedua orang tua ane, baik bapak atau ibu gak peduli dengan
ane. Bahkan ane sempat bertanya dalam hati sebenarnya ane ini anak
kandung atau anak pungut si? Tak ada kasih sayang dan kehangatan dari
mereka untuk ane.
Ketika wisuda, disaat ente dan teman-teman
didampingi kedua orang tua masing-masing, ane jalan ke tempat wisuda
naik motor sendirian. Sungguh iri teriris hati ane melhati teman-teman
bersuka cita dan berpoto ria dengan kedua orang tuanya masing-masing.
Sedangkan ane? Hahhh..." Selanya sambil menghela nafas
"Berharap
mendapatkan ucapan selamat atas kelulusan, ternyata harapan tinggal
harapan. Tak ada sepatah katapun dari mereka atas kelulusan anaknya.
Bahkan piagam-piagam dan prestasi-prestasi yang pernah ane dapatkan pun
tak dihargai sama sekali. Bukannya ucapan selamat yang didapat, ternyata
orang tua malah membuang seluruh prestasi ane itu semua dan menyisakan
perkataan yang menyakitkan hati. Menuh-menuhin ruangan saja katanya.
Semenjak awal kuliah, ente liat sendiri kan ane jarang aktif dalam
setiap aktifitas kampus? Ane kerja mulai dari penjaga gudang dan naik
terus sampai dapat amanah sebagai bagian katalog yang tugasnya hanya
memantau saja. Ente tau? Disaat itu gak jarang ane jadi gelandangan.
Terkadang tidur di emperan di sekitar kawasan senen bersama orang yang
kurang beruntung lainnya. Bahkan, dimasa itu ane udah siap dan ridho
kalau Allah matiin ane saat itu juga. "Dua kali ane merasa ingin segera
Allah matikan, sudah tak kuat menahan penderitaan ini sendirian. Gaji
ane dan tabungan ane saat itu sampai ane bobok dan sumbangin ke yayasan
agar ane mati dalam keadaan terbaik. Ane gak kuat zun saat itu, sedih
ane kalau ingat masa itu." ketegaran coba ia tunjukan dan pertahankan,
tapi air mata tak terbendung menetes dari matanya yang teduh dan penuh
kehangatan, mengalir deras membasahi pipinya yang putih bersih.
"Entah, nanti mungkin ketika ane wisuda S2, siapa yang akan datang menemani ane, hehhh..." Tutupnya sambil menghela nafas.
Ada pepatah bijak mengatakan, takkan terlahir pelaut ulung dari laut
yang tenang dan takkan hadir mutiara indah dari kerang yang tak pernah
merasakan sakit yang amat sangat dari butiran pasir yang masuk ke dalam
tubuhnya.
Dengan beratnya masalah yang ia hadapi tak membuatnya
berputus asa, tapi ia jadikan motivasi untuk meningkatkan kualitas diri.
Ketakutan ia ubah menjadi sebuah kekuatan. Kebencian ia ubah menjadi
sebuah kasih sayang.
Pengalaman pahit yang ia dapatkan membuatnya
lebih bijak, sabar dan dewasa dalam menghadapi masalah. Kesedihan hati
ia jadikan kepekaan dalam hatinya untuk lebih peduli kepada orang lain
yang disekitarnya.
Ketika menerima gaji, makanan, kue dan
lainnya dari hasil rapat dan silaturrahim serta gajinya, tak jarang ia
berbagi kepada orang lain yang lebih membutuhkannya.
Allah angkat
derajatnya dipandangan manusia, Allah berikan amanah besar yang
orang-orang biasa seusianua tak mendapatkan kesempatan yang amat langka.
Dari seorang sekuriti, kerja di gudang, model katalog, guru, kemudian
Allah amanahkan ia sebagai kepala sekolah internasional yang pusatnya di
singapura yang berada di bilangan jakarta barat. Tidak
tanggung-tanggung, ia memegang amanah sebagai kepala sekolah dari
tingkat SD-SMA. Hebatnya lagi, sahabat saya ini adalah kepala sekolah
termuda sejakarta barat, dengan usia 24 Tahun.
Mungkin sebagian
kita berpendapat dia memang hebat dan mumpuni serta sudah berpengalaman.
Tidak, itu adalah pengalaman pertamanya sebagai.kepala sekolah.
Jangankan mengurus sekolah, organisasi terakir yang ia ikut saja hanya
rohis waktu di SMA.
Sebagian lagi mungkin berpendapat ada orang
dalam yang membantunya. Tidak, sekolah itu sangat profesional dan
selektif untuk masalah rekrutmen SDM, apalagi untuk tingkat kepala
sskolah. Saingannya bukan main-main, ia yang hanya lulusan S1 dan sedang
menempuh S2, ia harus berhadapan dengan doktor dari unpad dan UI.
Tapi, Allah memang luar biasa atas rahasia takdirNya. Malah ia yang
diamanahkan sebagai di posisi itu. Katanya ia sangat memenuhi harapan
dari panitia seleksi meski kualifikasinya masih jauh dibandingkan yang
lainnya. Masya Allah...
Tak dipungkiri memang banyak hambatan dan
kesulitan ketika menjalaninya. Mulai dari sistem yang harus terus
diperbaiki, hingga partner guru yang meremehkannya dan membencinya.
Masih anak bau kencur katanya.
Tapi berkat kesabaran dan
pengalaman-pengalaman pahit dan masalah yang berat yang pernah
dialaminya, membuatnya lebih siap dan dewasa menyikapinya. Syukur
Alhamdulillahnya banyak sekali pertolongan Allah yang datang dari arah
yang tak diduga-duga.
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari
kisah ini, sungguh amat besar rahmat Allah kepada orang-orang yang Allah
anugrahkan masalah dan musibah tapi ia hadapi dengan sabar dan
tawakal.kepada Allah ta'ala.
Untuk sahabat saya yang tertulis
kisahnya disini, ada satu pesan saya untukmu, "Bro, antum selama ini
sudah banyak mengorbankan kebahagiaan antum untuk orang lain. Sekarang
saatnya antum membahagiaakan diri antum dan juga orang lain yang insya
Allah akan tulus mencintai antum. Ditunggu undangannya di bulan juni ya "
Aamiin... wallahu a'lam
@dhezun | Markaz Inspirasi