Terbaru

Nahdlatul Ulama -NU- (Sejarah, Pemikiran dan Pergerakannya)


Karya : Ade Zuniarsa Putra 
facebook - twitter - blog


     Sahabat DN, Alhamdulillah saya berkesempatan kembali menyajikan sekelumit tulisan saya, tulisan saya kali ini membahas tentang salah satu gerakan Islam Tradisional terbesar di Indonesia bahkan dunia, yaitu Nahdlatul Ulama atau yang biasa kita kenal dengan NU. Tulisan ini akan menyajikan informasi tentang sejarah Nahdlatul Ulama  pemikiran hingga pergerakkannya. Selamat menyimak :)

a.       Sejarah NU
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926 M) di Surabaya oleh beberapa ulama terkemuka yang kebanyakan adalah pemimpin/pengasuh pesantren. Ada tiga orang tokoh ulama yang memainkan peran sangat penting dalam proses pendirian Jamiyyah Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Kiai Wahab Chasbullah (Surabaya asal Jombang), Kiai Hasyim Asy’ari (Jombang) dan Kiai Cholil (Bangkalan), dengan pelopor utamanya adalah KH. Hasyim Asyari, pendiri sekaligus pengasuh Pon Pes. Tebuireng – Jombang pada tahun itu. Tujuan didirikannya adalah berlakunya ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) dan menganut salah satu mazhab empat. Ini berarti NU adalah organisasi keagamaan yang secara  konstitusional membela dan mempertahankan Aswaja, dengan disertai batasan yang fleksibel.[1]
Latar belakang yang mendasari gerakan para ulama membentuk NU yang pertama adalah motif keagamaan sebagai Jihad fi sabilillah. Kedua adalah tanggung jawab mengembangkan pemikiran keagamaan yang ditandai dengan pelestarian ajaran mazhab Syafi’i. Ini berarti tidak statis, tidak berkembang, sebab pengembangan yang dilakukan berfokus pada kesejahteraan sehingga pemikiran yang dikembangkan itu memiliki konteks sejarah. Ketiga, dorongan untuk mengembangkan masyarakat melalui kegiatan pendidikan sosial dan ekonomi. Hal ini ditandai dengan pembentukan nahdlatul Watahn, Taswir al-Afkar, Nahdlatul Tujjar, dan Ta’mir al-Masajid sedangkan yang keempat adalah motif politik yang ditandai dengan semangat nasionalisme ketika pendiri NU itu mendirikan cabang SI di Makkah serta semangat memerdekan tanah air bagi umat Islam.
Selain latar belakang di atas, kelahiran NU juga merupakan reaksi atas pembaharuan pemikiran Islam di Jawa, dengan sebab ini berdirlah NU pada tahun 1926. adapun sebab-sebab berdirinya organisasi ini sekurang-kurangnya ada dua,[2] yaitu: pertama, seruan terhadap penguasa Arab Saudi, Ibnu Saud, untuk meninggalkan kebiasaan beragama menurut tradisi. Golongan tradisi ini tidak menyukai Wahabisme yang sedang berkembang di Hijaz, karena itu mereka membentuk komite Hijaz yang kemudian berubah menjadi Nahdlatul Ulama dalam sebuah rapat di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926.
Komite hijaz adalah nama sebuah kepanitiaan kecil yang diketuai oleh KH Abdul Wahab Chasbullah. Panitia ini bertugas menemui raja Ibnu Saud di Hijaz (Saudi Arabia) untuk menyampaikan lima permohonan;
Pertama, Memohon diberlakukan  kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz pada salah satu  dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Kedua, Memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat  bersejarah  yang terkenal sebab tempat-tempat tersebut  diwaqafkan untuk masjid. Ketiga, Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji menganai tarif/ketentuan beaya yang harus diserahkan oleh jamaah haji kepada syaikh dan muthowwif dari mulai Jedah  sampai pulang lagi ke Jedah. Keempat, Memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk undang-undang  agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut. Kelima, Jam’iyah Nahdlatul Ulama  memohon  balasan surat
Karena untuk mengirim utusan ini diperlukan adanya organisasi yang formal, maka didirikanlah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926, yang secara formal mengirimkan delegasi ke Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud.  Maka dapat disimpulkan bahwa Komite Hijaz yang merupakan respon terhadap perkembangan dunia internasional ini menjadi faktor terpenting didirikannya oeganisasi NU. Berkat kegigihan para kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi dari umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah diterima oleh raja Ibnu Saud.[3]
Kedua, Inisiatif para kiyai membentuk nahdhatul ulama sebenarnya lebih sebagai respon terhadap perkembangan politik eksternal, sementara kondisi sosial-keagamaan dan politik negeri ini hanyalah sebagian dari alasan didirikannya NU. Salah satu faktor utama yang menyebabkan pendirian NU adalah masalah representasi dakan melindungi kepentingan-kepentingan muslim tradisionalis yang merasa terancam atas munculnya gerakan wahabi, dan hasratnya dalam memecahkan masalah yang terus menerus dihadapai kaum muslim. Ketika itu pembaharuan Islam di Jawa sedang giat-giatnya yang dipelopori oleh Muhammadiyah dan persis dengan pimpinan tiga tokoh yaitu, K.H.Mas Mansur, Fakih Hasyim dan K.H.Ahmad Dahlan.[4]

b.      Pemikiran
1)      Aqidah
Salah satu aspek paling esensial dari NU adalah ideologi yang dipegangnya, yakni ideology Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Secara literal Ahlu Sunnah wal Jama’ah adalah pengikut sunnah dan jama’ah. Isitilah ini pertama kali dipakai pada abad kedua hijriyyah. Menurut sebuah hadits, pengikut ahlu sunnah wal jama’ah adalah satu-satunya golongan yang selamat (firqotun najiyah) dari 73 golongan dalam islam. Untuk memahami hubungan NU dan Ahlu Sunnah wal Jama’ah perlu melihat latar belakang histori NU itu didirikan, yakni di masa ketika islam Indonesia sangat dipengaruhi oleh ekspansi wahhabisme dari arab Saudi. Begitu pendukung gerakan Wahhabi menjadi semakin agresif dalam menolak ibadah-ibadah yang dipraktikkan oleh kebanyakan kaum muslim di Indonesia, sejumlah ulama dan kiyai tradisionalis Indonesia merasa terancam dengan kaum Wahhabi beserta aksi-aksinya.
Secara kontekstual, para pengikut Ahlu Sunnah wal Jama’ah (Aswaja) adalah pengikut sunnah nabi Muhammad saw yang sumber pemahamannya berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah, Al Ijma’ (kesepakatan pada sahabat dan ulama), dan Al Qiyas (analogi).
Menurut pandangan NU, Ahlu Sunnah wal Jama’ah adalah kelompok mayoritas kaum muslim, berdasarkan tulisan dari imam baihaqi “berpegang teguhlah kalian kepada tali allah dan janganlah kalian tercerai berai”, dan sebagian kaum muslim mengaitkannya dengan hadits dari abu hurairah “barang siapa yang tidak taat dan meninggalkan jama’ah, dan kemudian mati, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah”.
Perkembangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah (aswaja) di Indonesia mencapai momentumnya pada tahun 1900-an ketika kelompok modernis-puritanis mencanangkan reformasi dengan tujuan utamanya adalah menghapuskan madzhab, sumber pemahaman islam yang diandalkan oleh kaum tradisionalis. Ahlu Sunnah wal Jama’ah (aswaja) kemudian berkembang sebagai sebuah ideology untuk mempertahankan paham islam tradisional dari tantangan kaum modernis-puritanis ini. [5]
Di lingkaran NU, Ahlu Sunnah wal Jama’ah (aswaja)  dinyatakan sebagai dasar (aqidah) ideologis organisasi ini. Dalam AD/ART versi awal : yang pertama terkait dengan masalah teologi dimana organisasi ini menyatakan bahwa dalam masalah teologi mengikuti ajaran imam abu hasan al-asy’ari (w.935) dan imam abu Mansur al-Maturidi (w. 994); Sedangkan yang kedua menyangkut masalah sufisme mengikuti ajaran imam al-Ghazali (w. 1111) dan abu qasim al-junaid (w. 911) yang kemudian dihapus terkait dinamika wacana tentang aswaja yang telah berlangsung selama lebih dari dua decade terakhir.
Pada paro pertama tahun 1980-an, sejumlah anak muda NU, khususnya para anggota PMII mulai mempertanyakan mengapa mereka harus mengadopsi ideology aswaja secara literal, mengapa tidak memakai ideology ini sebagai manhaj al-fikr (metodologi berfikir).
Sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat. [6]

2)      Fiqh Ibadah
Dalam hal ibadah, NU mewakili pemahaman islam tradisional di indonesia yang terpengaruhi oleh budaya local dan tasawuf imam ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, berikut posisi NU dalam berbagai masalah ibadah : [7]
a)      Niat Shalat: Kaum Nadhdzihiyin berpendapat bahwa niat sholat itu sunnah dilafalkan dengan ucapan ―Ushally…..
b)      Shalat Jum‘at: Di Masjid-masjid di mana jama‘ahnya mayoritas warga NU, shalat Jum‘at didirikan dengan dua adzan, ditambah dengan petugas yang menjadi Ma‘ashiral.
c)      Qunut Subuh, Witir, dan Nazilah: NU menganggapnya sebagai Sunnah Ab‘ad. NU juga berpendapat bahwa Qunut Nazilah dan Qunut Witir adalah sunnah,
d)     Shalat Tarawih: NU melakukan Shalat Tarawih 20 Raka‘at ditambah 3 Raka‘at Witir.
e)      Dzikir dengan Suara Keras: Seusai shalat jama‘ah di kalangan NU biasanya dilakukan dzikir bersama dengan suara keras, NU juga ada tradisi menyuarakan dzikir atau puji-pujian sebelum shalat berjama‘ah di masjid. Juga sebuah tradisi yang dikenal dengan sebutan istighasah.
f)       Penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal: Dalam buku Antologi NU diterangkan, kebijakan ulama salaf (jumhur ulama) berpendapat bahwa penetapan (isbat) awal Ramadhan dan Syawal hanya boleh dengan cara rukyat. Jika rukyat tidak bisa berhasil karena terhalang oleh mendung misalnya, maka digunakan cara istikmal, yakni menyempurnakan hitungan menjadi 30 hari. Jadi, dalam konteks ini istikmal bukanlah metode tersendiri, tetapi metode lanjutan ketika rukyat tidak efektif.[8]
g)      Tawassul: tawassul berasal dari kata Wasilah, perantara. Tawassul berarti mendekatkan diri kepada Allah atau berdo‘a kepada Allah dengan mempergunakan wasilah, atau mendekatkan diri dengan bantuan perantara. Tawasul merupakan di antara amaliah warga NU yang terkenal.
h)      Tahlilan: Tahlilan juga salah satu Amaliyah kaum Nadhiyin untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. NU berpendapat bahwa Tahlil itu justru dianjurkan.

c.       Pergerakkan
1)      Sosial dan Dakwah
Dalam rangka melaksanakan amal usaha di bidang social dan dakwah, NU juga membuat lembaga-lembaga yang mengurusi hal tersebut. Diantaranya adalah :[9]
a)      Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah;
b)      Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama;
c)      Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LPPNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian, lingkungan hidup, dan eksplorasi kelautan;
d)     Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial, dan kependudukan;
e)      Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat LAKPESDAM, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia.
f)       Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama disingkat LPBHNU, bertugas melaksanakan pendampingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum.
g)      Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan seni dan budaya.
h)      Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama disingkat LAZNU, bertugas menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat dan shadaqoh kepada mustahiqnya.
i)        Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU. bertugas mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta harta benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.
j)        Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugx membahas masalah-masalah maudlu’iyah (tematik) dan waqi’iyah (aktual yang akan menjadi Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama)
k)      Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugaj melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid.
l)        Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.

2)      Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, pergerakkan NU dilaksanakan oleh  Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif  NU, Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU) merupakan aparat departentasi Nahdlatul Ulama (NU) yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan pendidikan Nahdlatul Ulama, yang ada di tingkat Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, dan Pengurus Majelis Wakil Cabang. LP Ma'arif NU dalam perjalannya secara aktif melibatkan diri dalam proses-proses pengembangan pendidikan di Indonesia. Secara institusional, LP Ma'arif NU juga mendirikan satuan-satuan pendidikan mulai dari tingkat dasar, menangah hingga perguruan tinggi; sekolah yang bernaung di bawah Departemen Nasional RI (dulu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI) maupun madrasah; maupun Departemen Agama RI) yang menjalankan Hingga saat ini tercatat tidak kurang dari 6000 lembaga pendidikan yang tersebar di seluruh pelosok tanah air bernaung di bawahnya, mulai dari TK, SD, SLTP, SMU/SMK, MI, MTs, MA, dan beberapa perguruan tinggi.[10]
Untuk pesantren, NU memiliki Rabithah Ma’ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan.[11] Jumlah pesantren yang berafiliasi dengan NU mencapai + 23.000 buah di seluruh Indonesia, namun tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah sebenarnya.[12] Ciri khas dari pesantren Pesantren yang berkultur NU (Nahdlatul Ulama).  adalah adanya ritual tahlilan biasanya pada malam Jum'at, shalat subuh dan paruh kedua tarawih memakai qunut, salat tarawih 20 roka'at dan mengaji kitab kuning. Dalam segi sistem pendidikan, ada dua model pesantren NU yaitu Pesantren Salaf dan Modern (Kholaf). Pondok pesantren Salaf atau salafiyah menganut sistem pendidikan tradisional ala pesantren. Yaitu, sistem pengajian kitab sorogan dan wetonan atau bandongan. Di sebagian pesantren salaf saat ini sudah ditambah dengan semi-modern dengan sistem klasikal atau sistem kelas yang disebut madrasah diniyah (madin) yang murni mengajarkan ilmu agama dan kitab kuning. Contoh Pesantren salaf murni yang besar dan tua seperti Ponpes Sidogiri Pasuruan, Pesantren Langitan, Pondok Lirboyo Kediri.
Pesantren kholaf (modern) memiliki Ciri khas : Penekanan pada bahasa Arab percakapan, Memakai buku-buku literatur bahasa Arab kontemporer (bukan klasik/kitab kuning), Memiliki sekolah formal di bawah kurikulum Diknas dan/atau Kemenag dari SD/MI MTS/SMP MA/SMA maupun sekolah tinggi dan Tidak lagi memakai sistem pengajian tradisional seperti sorogan, wetonan, dan bandongan atau minimal kalau ada, tidak wajib diikuti. Walaupun demikian, secara kultural tetap mempertahankan ke-NU-annya seperti tahlilan, qunut, yasinan, dan lainnya. [13]
Sedangkan dalam pergerakkan di bidang pelajar, NU memiliki dua organisasi otonom, yaitu Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
Dalam hal aqidah dan asa IPNU dan IPPNU adalah beraqidah Islam dengan menganut faham alussunnah wal jama’ah, Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara IPNU berdasarkan kepada Pancasila. IPNU adalah organisasi yang bersifat keterpelajaran, kekaderan, kemasyarakatan, kebangsaan dan keagamaan. IPNU dan IPPNU berfungsi sebagai Wadah perjuangan pelajar NU dalam pendidikan dan keterpelajaran, Wadah kaderisasi pelajar untuk mempersiapkan kader-kader penerus NU dan pemimpin bangsa, Wadah penguatan pelajar dalam melaksanakan dan mengembangkan Islam ahlussunnah wal jamaah untuk melanjutkan semangat, jiwa dan nilai-nilai nahdliyah, Wadah komunikai pelajar untuk memperkokoh ukhuwah nahdliyah, islamiyyah, insaniyah dan wathaniyyah. Syarat yang harus dipenuhi untuk bergabung kedalamnya adalah Sudah mengikuti dan lulus jenjang pendidikan kader Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA).
Struktur Organisasi IPPNU terdiri dari; Pimpinan Pusat IPNU/IPPNU (Tingkat Nasional), Pimpinan Wilayah IPNU/IPPNU (Tingkat Propinsi), Pimpinan Cabang IPNU/IPPNU (Tingkat Kabupaten/Kota), Pimpinan Anak Cabang IPNU/IPPNU (Tingkat Kecamatan), Pimpinan Ranting IPNU/IPPNU (Tingkat Desa), dan Pimpinan Komisariat IPNU/IPPNU (Tingkat Pesantren, dan Sekolah). [14]

3)      Politik
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.
NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. [15] Menurut gusdur dalam artikel beliau yang berjudul Menilik “Hubungan NU-PKB” , beliau mengatakan fungsi NU dewasa ini dalam politik adalah “berpolitik inspirasional”. Maksudnya, NU memberikan inspirasi bagi organisasi-organisasi politik (parpol) untuk berkiprah di lingkungan negara dan pemerintahan. Ini berarti organisasi-organisasi politik itu yang memperebutkan jabatan-jabatan pemerintahan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), dengan menggunakan acuan-acuan yang dipersiapkan oleh PBNU. Dengan demikian, etika, moralitas atau akhlak politik kita akan terangkat naik, tidak lagi berpusat pada upaya mencari posisi dalam pemerintahan, melainkan untuk melaksanakan prinsip politik tertentu, seperti kepentingan rakyat banyak, penciptaan kedalatan hukum dan pemerintahan yang bersih. [16]
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Ja`far menegaskan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai "anak kandung" Nahdlatul Ulama (NU) merupakan hal yang tidak bisa dibantah lagi, PKB bisa kembali besar dan jaya seperti Partai NU pada pemilu 1955 dan PKB pada pemilu 1999. [17]



[1] Th. Sumartana,  dkk. Pluaralisme,konflik dan  Pendidikan Agama di Indonesia ( Yokyakarta:Dian Interfiedi 2001), hal. 81-83.
[2] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta : LP3ES, 1980), hal. 241-250
[3] http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,39479-lang,id-c,nasional-t,Komite+Hijaz-.phpx diakses 25 oktober pukul 21.35
[4] Dr. Suadi Asyari, Nalar politik NU dan Muhammadiyah (Yogyakarta : LKiS, 2009), hal. 97-98
[5] Dr. Suadi Asyari, Nalar politik NU dan Muhammadiyah (Yogyakarta : LKiS, 2009), hal. 101-104
[6] Dr. Suadi Asyari, Nalar politik NU dan Muhammadiyah (Yogyakarta : LKiS, 2009), hal. 105-106
[7] M. Yusuf Amin Nugroho, Fiqh Al-Ikhtilaf Nu-Muhammadiyah (ebook, 2010), hal. 55-56
[8] M. Yusuf Amin Nugroho, Fiqh Al-Ikhtilaf Nu-Muhammadiyah (ebook, 2010), hal. 112
[11] http://www.rmi-nu.or.id/ diakses 28 oktober 2012 pukul 5.33
[12] Nur Kholik Ridwan, NU dan Neoliberalisme (Yogyakarta : LKis, 2008), Hal.116
[13] http://www.alkhoirot.net diakses 28 oktober 2012 pukul 5.14
[14] http://pcnucilacap.com/profil/badan-otonom/ipnu diakes 28 oktober 2012 pukul 5.42
[15] http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama diakes 28 oktober 2012 pukul 6.15
Comments
0 Comments

0 komentar:

Gerakan Tarbiyah (Sejarah,Pemikiran dan Pergerakkannya)



Karya : Ade Zuniarsa Putra 

Sahabat DN, Alhamdulillah saya berkesempatan kembali menyelesaikan karya saya yang satu ini, karya saya kali ini membahas tentang salah satu gerakan Islam yang fenomenal di Indonesia 20 tahun belakangan ini, yaitu gerakan tarbiyah. Tulisan ini akan mengkaji tentang sejarah gerakan tarbiyah, pemikiran hingga pergerakkannya. Selamat menyimak :)

  a.       Sejarah
Gerakan tarbiyah bermula dari gerakan dakwah yang dikelola oleh mahasiswa di masjid salman ITB. Embrio kegiatan islam di ITB sendiri dirintis oleh beberapa dosen yang berlatar belakang santri, seperti Ir. T.M. Soelaiman, Prof. Drs. Ahmad sadali dan adiknya, Ir. Nukma. Kegiatan ini pada awalnya berupa shalat jum’at, yang menempati ruang kerja seorang guru besar.[1] Shalat jum’at di kampus pada saat itu merupakan fenomena baru yang ternyata menarik jama’ah yang dari waktu ke waktu semakin banyak jumlahnya. Shalat jum’at kemudian dialihkan ke aula barat ITB karena tempat yang ada tidak dapat menampung jama’ah yang semakin banyak. Kemudian dibuatlah gagasan untuk membuat sebuah masjid. Rencana ini sendiri telah disusun sejak tahun 1960 yang kemudian baru mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno pada tahun 1963. Maka pada tahun 1972, masjid kampus pertama di Indonesia yang kemudian diberi nama Masjid Salman secara resmi diresmikan penggunaannya.[2]
Pada perkembangannya, masjid salman ITB tidak hanya digunakan untuk kegiatan shalat semata, tetapi juga sebagai sentral kegiatan keislaman .[3] Masjid salman ITB memiliki berbagai kegiatan yang secara umum kegiatan tersebut terbagi menjadi dua; kegiatan yang ditujukan dalam rangka dakwah kepada masyarakat yang lebih luas dan kegiatan  yang dimaksudkan untuk kaderisasi para aktivis dakwah. Kegiatan yang pertama antara lain program peribadatan, bimbingan belajar dan kursus-kursus bagi pemuda, pelajar dan mahasiswa, pembinaan anak-anak, kursus kesejahteraan rumah tangga bagi kaum ibu, penyediaan dan pengiriman guru-guru agama-agama ke rumah-rumah, program penerjemahan dan penerbitan buku-buku keagamaan, dan lainnya.[4]
Sedangkan dalam rangka kaderisasi, model kegiatannya berupa studi islam intensif (SII), Latihan Mujahid dakwah (LMD) dan training of trainer (Pembinaan untuk Pembina). Pembinaan program SII dilakukan di dalam kelompok-kelompok mentoring yang disebut usroh. Masing-masing kelompok beranggotakan 10-20 peserta yang dibimbing oleh seorang mentor. Sebelum mengikuti mentoring mereka sudah membaca buku-buku materi. Pembina, hanya bertugas melakukan pendalaman materii dengan cara, pertama penjelasan umum materi, kedua melakukan diskusi dan Tanya jawab terkait materi yang disampaikan, ketiga  memberi ilustrasi-ilustrasi bagi penanaman sikap, dan keempat melakukan evaluasi atas perkembangan peserta, baik penguasaan materi maupun perkembangan sikap-sikap keislamannya. Pada akhir tiap mentoring dilakukan evaluasi akhir untuk menapaki tingkat selanjutnya.[5]
Bentuk kedua dari pembinaan kader adalah Latihan Mujahid Dakwah. Kegiatan LMD ini sebenarnya merupaka realisasi dari usaha DDII untuk menjadikan masjid kampus sebagai sasaran dakwah. Pada tahun 1974 DDII mengawali usaha yang lebih sistematis yang berbasis di kampus yang disebut Bina Masjid Kampus yang memiliki produk terpentingnya adalah Latihan Muhahid Dakwah yang berbasis di Masjid Salman ITB.[6] Latihan ini merupakan bentuk kaderisasi inti yang diselenggarakan oleh mahasiswa salman ITB yang diikuti oleh mahasiswa yang tidak hanya dari bandung, tetapi juga dari kota-kota yang lain. Materi latihan tidak berbeda dengan yang dikembangkan SII, namun waktu latihan diadakan secara terus menerus selama 1 sampai 2 minggu. Berbeda dengan SII yang sarat dengan peran mentor, pada program ini metode yang digunakan lebih banyak berupa diskusi, Tanya jawab dan pemecahan masalah.[7]
Sedangkan program TOT, dilakukan selama 3 sampai 4 hari yang berisi materi-materi yang berkaitan dengan kemampuan melatih, membimbing dan mentoring. Karena itu, selain menyinggung soal materi keislaman yang diperdalam, program ini juga ditekankan pada metode serta pendekatan kegiatan mentoring serta melatih metal mentor sebelum menjalankan tugasnya.[8]
Manhaj (Metode) dakwah yang digunakan adalah metode usroh yang merupakan system dakwah yang diadopsi dari ikhwanul muslimin berupa kelompok-kelompok yang terdiri dari 5 sampai 10 orang yang dipimpin oleh naqib. System ini sendiri dibuat Ikhwanul muslimin berdasarkan SK muktamar umum ikhwanul muslimin 1943, dalam rangka memenuhi kebutuhan akan system yang mampu mewujudkan imtiqad ufuqy (perkembangan horizontal) dan numuw tarbawi (perkembangan edukatif) para anggota dalam situasi penuh tekanan politik.[9] Orang yang memiliki pengaruh dalam tranmisi pemikiran ikhwanul muslimin ini sendiri adalah Ir. Imanuddin Abdul Rahim, MSc yang biasa disapa dengan sebutan bang imad. Pada tahun 1960-an bang imad menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Lembaga Dakwah Mahasiswa (PB LDMI), selanjutnya sebagai Sekjen International Islamic Federation of Student Organization (IIFSO) menjadi bekal bang imad menyusun konsep pengkajian keislaman di masjid salman ITB yang kemudian konsep inilah yang menjadi model dan berkembang di seluruh masjid kampus di Indonesia. [10]
Metode dakwah dan kaderisasi yang hampir sama juga dilakukan oleh kelompok mahasiswa di Yogyakarta, yakni kelompok mardliyah (masjid Kampus IKIP Yogyakarta), Kelompok masjid syuhada dan kelompok masjid Jama’ah Salahudin (Masjid Kampus UGM), universitas islam Indonesia, IKIP, IAIN dan universitas Veterran (UPN). Sedangkan di Jakarta tidak luput juga lingkungan Universitas Indonesia (UI) menjadi target dakwah gerakan ini. Meskipun sama-sama menggunakan sitem usrah, namun pada akhirnya terjadi perbedaan termasuk materi-materi yang dikembangkan tergantung siapa yang menyampaikannya. Hal ini dikuatkan oleh kesaksian ismail Yusanto yang merupakan juru bicara Hizbut tahrir Indonesia (HTI) – kelompok yang berbeda ideology dengan gerakan tarbiyah- juga turut memanfaatkan Usroh untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka dan turut mewarnai gerakan ini.[11]
Kemudian pada masa usroh ini, mengalami banyak polarisasi internal, serta masuknya pemikiran-pemikiran ikhwanul muslimin yang dibawa oleh alumnus timur tengah pada tahun 1983-1984, yang pada perkembangannya mempengaruhi materi yang diberikan, metode dakwah dan system keorganisasian serta kaderisasinya.
Diantara tokoh yang paling berperan adalah ustadz Hilmi Aminuddin yang merupakan anak dari salah satu tokoh gerakan NII (Negara Islam Indonesia), Danu Muhammad Hasan. Kala itu ustadz Hilmi Aminuddin adalah salah satu KB PII (Keluarga besar Pelajar Islam Indonesia) yang kemudian selepas menyelesaikan pendidikannya di madinah ia mengembangkan konsep Manhaj Tarbiyyah dan Dakwah. Pemikiran tersebut muncul karena pada masa itu proses dakwah islamiyyah di Indonesia menghadapi banyak sekali kendala. Para ustadz dan guru mengaji, termasuk aktivis organisasi sosial kemasyarakatan dan partai politik islam mengalami tekanan-tekanan, intimidasi, bahkan penangkapan lembaga represif yang dibentukan orde baru, yaitu kopkamtib (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) yang dipimpin olek laksamana TNI Sudomo dan Instansi Intelejen yang dipimpin Letjen Benny Moerdani. [12]
Dalam pelaksanaannya, ia mengawali pergerakkan tarbiyyah melalui komunitas  PII, GPI, dan PUI. Kemudian memutuskan utuk memulai pergerakkan di pusatkan di perguruan tinggi dan universitas di kota-kota besar, atau mereka menyebutnya “Ummul Quro”. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat asy-syuura ayat 7 yang berbunyi :
“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam.”
Menurut Ustadz Hilmi, Tarbiyyah adalah suatu proses pedidikan agar dapat menciptakan persemaian kader-kader atau bibit-bibit dakwah ke masyarakat serta menegakkan Al-Quran dan Sunnah serta membangun islam yang jerih yang tidak terkontaminasi apa-apa. Terdapat 10 (sepuluh) materi tarbiyyah yang menjadi kurikulumnya, yakni Aqidah, Al-Quran, Al-Hadits, Fiqh Islami, Shirah Nabawiyyah, Akhlaq, Ghazqwul Fikr, Wa’yu Siyasi, Tarbiyyah Awlad dan Fiqhun Nisaa. Terdapat 5 (lima) dasar yang menjadi pokok-pokok pengajaran tarbiyyah, yaitu makna syahadatain, ma’rifatul insan, ma’rifatullah, ma’rifaturrasul, dan ma’riifatul islam.[13]
Diantara pegaruhnya adalah, pertama, kegiatan dakwah berubah dari Usroh menjadi gerakan tarbiyah. Kedua, cakupan kegiatan menjadi lebih beragam, substansi gerakannya tidak jauh berbeda dengan Usroh, yaitu pengajian dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5-20 orang yang dipimpin oleh seorang murobbi (pendidik), yang biasanya adalah mahasiswa yang lebih senior dari mereka. Ketiga, sistematika materi yang diajarkan lebih tertata. Berbeda dengan usroh yang mengakomodasi banyak pemikiran tokoh-tokoh islam dari banyak kalangan, kurikulum standar yang menjadi acuan materi-materi tarbiyah adalah penerjemahan konsep-konsep islam yang disusun oleh tokoh-tokoh ikhwanul muslimin, melalui buku-buku yang telah diterjemahkan.[14]
Secara garis besar, materi yang disampaikan dalam halaqah-halaqah yang dilakukan oleh gerakan tarbiyah menekankan pada dua hal. Pertama menekankan kepada pembentukkan karakter-karakter pribadi islam (takwin al-syakhsiyyah al-islamiyyah). Materi jenis ini berkaitan dengan pengenalan dasar-dasar islam, antara lain; pembahasan tentang makna dua kalimat syahadat (syahadatain), pembahasan tentang Allah (ma’rifatullah), penjelasan tentang rasul (ma’rifatur rasul), tentang islam (ma’rifatul islam), dan penjabaran mengenai manusia (ma’rifatul insan).[15]
Sedangkan yang kedua, pembentukkan karakter gerakan atau aktivis gerakan (takwin al-syakhsiyyah al harakiyyah / alda’iyah). Materinya mencakup pemahaman tentang nilai-nilai kebenaran dan kebatilan, pemahaman tentang golongan-golongan musuh, pemahaman tentang ilmu-ilmu Allah, dan pemahaman tentang fiqh al-dakwah (aturan-aturan pokok dakwah).[16]
Model kegiatannya pun mengalamai perkembangan, seperti liqo (pertemuan), dauroh, rihlah (berwisata), mabit (kegiatan malam), mukhayam (perkemahan), seminar dan bedah buku yang kemudian dikembangkan menjadi system pengkaderan resmi gerakan tarbiyah.[17]
Dalam pengamatan ustadz hilmi, titik awal kebangkitan gerakan tarbiyah di Indonesia terjadi pada tahun 1988. Ketika itu terjadi perubahan sikap politik presiden soeharto terhadap umat islam. Pada tahun-tahu tersebut, dunia internasional mulai menyudutkan kebijakan presiden soeeharto terhadap timor timur, sehingga Negara barat satu per satu meninggalkan indonesia. Saat itulah pak Harto berputar haluan, membangun basis social dengan mendekatkan diri kepada ummat islam. Hal ii ditandai engan kemunculan Bank Muammalat, lahirnya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan Baitul Qur’an.[18]
Dalam perkembangan dakwah kampus sendiri, perkembangannya sangat cepat. jaringan ini telah membentuk Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) yang melakukan pertemuan tiap tahun. Sejak tahun 1988, jaringan ini telah menyebar ke-64 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Di sebagian besar perguruan tinggi bahkan para aktivis tarbiyah ini menempati posisi penting dalam organisasi intra kampus , seperti BEM, dan lainnya. Selain itu, gerakan ini juga masuk ke sekolah-sekolah di kota-kota besar yang kemudian menjadi kegiatan ekstrakurikuler ROHIS.Pada tahun 1998, dalam merespon perkembangan politik Indonesia, mereka kemudian membentuk organisasi formal bernama KAMMI (Kesatuan aksi mahasiswa muslim Indonesia). [19]

b.      Pemikiran
1)      Aqidah
Gerakan tarbiyah di Indonesia terinspirasi oleh berbagai pemikiran ikhwanul muslimin. Bahkan pada perkembangan selanjutnya, pemikiran ikhwanul muslimin sangat mempengaruhi gerakan tarbiyah yang kemudian menjadi partai keadilan sejahtera. Mengenai proses penyerapan aktivis tarbiyyah di Indonesia terhadap pemikiran ikhwanul muslimin terdapat tiga penjelasan.
Pertama, pengenalan pemikiran ikhwanul muslimin terjadi melalui imaduddin abdurrahim. Imaduddin memperkenalkan pemikiran-pemikiran ikhwanul muslimin dalam forum-forum jaringan dakwah kampus. Perkenalan dengan modus-modus seperti ini terjadi pada masa-masa awal gerakan Usroh. Masa awal ini bisa dikatakkan sebagai embrio dari transmisi yang penuh atas pemikiran ikhwanul muslimin, karena dalam berbagai bentuk pelatihan yang dilakukan di jaringan dakwah kampus ini masih mengajarkan pemikiran-pemikiran di luar tokoh ikhwanul muslimin.
Kedua, tranmisi pemikiran ikhwanul muslimin melalui para alumni lembaga pendidikan di timur tengah maupun alumnus LIPIA Jakarta yang merupakan cabang Universitas Islam Ibnu Saud Riyadh, Arab Saudi. Para alumnus ini berinteraksi langsung dengan para aktifis ikhwanul muslimin dan menyebarkan pemikiran-pemikiran ikhwanul muslimin ke Indonesia melalui forum-forum jaringan dakwah kampus yang telah ada lebih dahulu. Pada tahap ini mereka melakukan penyempurnaan materi dakwah, metode (manhaj) gerakan dan memperluas jaringan sekaligus “purifikasi” (membersihkan unsur-unsur pemikiran dari luar ikhwanul muslimin). [20]
Ketiga, penerjemahan buku-buku para tokoh oleh para alumni Timur Tengah sendiri. Tercatat Alumnus syiria, Rahman Zainuddin yang menerjemahkan buku “Ma’alim fi Al-Tariq” karya Sayyid Sabiq menjadi “Petunjuk Jalan”. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh media dakwah, penerbit miliki DDII dan buku ini merupakan salah satu “buku suci” bagi gerakan dakwah kampus. Setelah itu semakin banyak buku-buku pemikiran IM yang diterjemahkan, seperti fi afaq al-ta’lim karya said hawwa yang diterjemahkan menjadi membina angkatan mujahid, buku-buku karangan jamaluddin al afghani, Muhammad abduh, abul a’la muududi, rasyid ridha, hasan al-banna, musthafa manshur, Muhammad al ghazali, yusuf al-qardhawi dan lainnya. [21]
Berikut beberapa Ciri khas pemikiran yang berkembang di kalangan tarbiyah :
a)      Karakter dakwah Tarbiyah :[22]
·         Rabbaniyah, artinya segala sesuatu bersumber dari Allah (berorientasi ketuhanan)
·         Islam sebelum Jama’ah, artinya islam dijadikan esensi utama dalam berdakwah. Sedangkan jama’ah merupakan wasilah (cara) untuk merapikan gerakan dakwah
·         Syumuliyah, artinya dakwah harus bersifat sempurna (menyeluruh dan utuh)
·         Modern, artinya dakwah bersifat modern (kekinian). Dakwah memang harus dilakukan berdasarkan keaslian yaitu alquran dan sunnah, namn cara,sarana, dan strategi yang digunakan harus seiring dengan perkembangan zaman (kontemporer)
·         ‘Alamiyah, bersifat manusia (universal). Dakwah yang mengglobal dan mendunia
·         ‘Ilmiyah, berdasarkan pada ilmu dan pendekatan ilmiah
·         Bashirah islamiyah, memberikan pandangan yang islami dan keterangan yang nyata dengan bukti yang jelas
·         Menciptakan mana’ah, daya tahan (imunitas) dari segala bentuk kemaksiatan, serta mampu berorientasi kepada pencapaian penguasaan teori, penguasaan moral, dan penguasaan amal
b)      Arkanul Baiat (Rukun-Rukun Baiat) [23] :
·         Al Fahm: memahami agama Islam dengan benar dan komprehensif.
·         Al Ikhlas: Ikhlas karena Allah dalam beramal untuk Agama
·         Al ‘Amal: beramal demi agama ini dengan memperbaiki diri sendiri, rumah tangga Muslim, masyarakat, pemerintahan dan seterusnya.
·         Al Jihad: jihad fi sabilillah dengan berbagai tingkat dan variasinya.
·         At Tadhliyyah: berkorban pada waktu, kesungguhan, harta, dan jiwa demi agama
·         At Tha’ah: Menaati Allah dan Rasul-Nya dan waliyul amr, baik dalam kondisi susah atau mudah, senang maupun benci.
·         Ats Tsabat: memegang teguh agama, baik dari sisi aqidah, syari’ah, maupun perbuatan, sekalipun harus memakan waktu yang panjang untuk sampai pada tujuan.
·         At Tajarrud: membersihkan diri dari pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran Islam dan dari setiap orang atau teman yang memisahkan antara seorang Muslim dengan loyalitas kepada agamanya.
·         Al Ukhuwwah: persaudaraan dalam agama, karena persaudaraan merupakan saudara persatuan dan terapi bagi keterpurukan dan kehancuran, sedangkan perpecahan merupakan saudara kekufuran.
·         At Tsiqah: Kemantapan hati dalam mengontrol perbuatan demi Islam sesuai dengan kaidah Islam yang mengatakan,” tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Khalik.”
c)      10 muwashafat Tarbiyah[24]
·         Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
·         Shahihul Ibadah (Ibadah yang benar)
·         Matinul Khuluq (Akhlak yang kokoh)
·         Qowiyyul Jismi (Kekuatan jasmani)
·         Mutsaqqoful Fikri (Berfikir yang intelek / cerdas)
·         Mujahadatul Linafsihi (Berjuang melawan hawa nafsu)
·         Harishun Ala Waqtihi (Manajemen waktu yang baik / tidak telat kalau dauroh, liqo, tartil materi, syuro, dan lainnya)
·         Munazhzhamun fi Syuunihi (Teratur dalam segala urusan)
·         Qodirun Alal Kasbi (Mandiri dalam segi finansial)
·         Nafi’un Lighoirihi (Bermanfaat bagi orang lain)
d)     Marhalah Dakwah (Tahapan-tahapan dakwah) : [25]
·         Ta’rif (pengenalan, atau tahap afiliasi), dalam beberapa literature tahapan ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu tabligh (penyampaian) dan ta’lim (pengajian dalam kelompok-kelompok kecil)[26]
·         Takwin (pembentukan atau tahap partisipasi)
·         Tahfidz (mobilisasi atau tahap kontribusi)

2)      Ibadah
Dalam hal ibadah, kelompok tarbiyah termasuk salah satu kelompok puritan (kelompok yang melakukan pemurnian islam), seperti pernyataan ust hilmi aminuddin, yang merupakan pelopor pergerakkan ini bahwa dalam gerakan tarbiyah ini, ia bermaksud ingin membangun islam yang jernih, tidak terkontaminasi apa-apa.[27]
Dalam sepuluh muwashafat pergerakkan tarbiyah, upaya pemurnian islam terdapat dalam pembahasan tentang aqidah yg bersih / lurus (Salimul Aqidah) dan ibadah yang benar (shahihul ibadah). Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam.[28]
Sedangkan Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: ’shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.’ Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.[29]

c.       Pergerakkan
1)      Sosial dan dakwah
Kekuatan dakwah sangat memerlukan dukungan masyarakat.[30] Mereka adalah basis kekuatan bagi para aktivis dan kader dakwah dalam rangka memapankan gerakan perubahan. Oleh karena itu diperlukan paying (mnizhalah) atau wajihah (cover) untuk berbagai kondisi dan keadaan. Wajihah dapat berupa organisasi profit atau lembaga niraba merupakan wujud dalam berbagai bidang kerja. Wajiha dibentuk untuk kemaslahatan umat, sebagai sarana bagi gerakan dakwah yang memerlukan proteksi, dengan misi utamanya adalah memberikan layanan, perlindungan, pembelaan, pendidikan, pemberdayaan, dan penerangan kepada kelompok masyarakat tertentu. Setidaknya ada dua jenis wajihah yang dikembangkan, pertama adalah wajihah tanzhim, yang langsung terkait dengan salah satu struktur partai, dan yang kedua adalah wajihah amal yang merupakan penjelmaan aktivitas aktifis tarbiyah dalam suatu institusi atau lembaga yang bergerak dalam bidang garapan tertentu[31]
Berdasarkan hal tersebut, akhirnya para aktifis tarbiyyah membentuk lembaga-lembaga/ Yayasan (wajihah) dakwah yang memberikan sumbangan tidak kecil bagi keberhasilam dakwah tarbiyah, bahkan sekarang tiap Kecamatan dan wilayah sudah memiliki wajiha (lembaga/yayasan) yang membantu akselerasi proses tarbiyah ini, baik yang dibuat struktur (partai) maupun secara parsial oleh orang-orang / kelompok tertentu yang berafiliasi dengan gerakan tarbiyah ini. Diantara lembaga-lembaga yang mereka dirikan adalah lembaga pendidikan IT (Islam Terpadu), lembaga bimbingan belajar “Nurul Fikr”, lembaga dakwah “khoiru ummah” pada tahun 1990-an, lembaga pendidikan islam “Al-Hikmah”,  lembaga pengkajian “sidik”, kelompok-kelompok kesenian nasyid seperti izzatul islam dan shoutul harakah, majalah sabili, Majalah Ummi, Majalah Saksi, dan ishlah, berbagai penerbit buku seperti; Al-ishlahy press, gema insani press, pustaka al kautsar, rabbani press, I’tishom, Era Intermedia, Asy-Syamil, butik rabbani, dan lain sebagainya.[32]


2)      Pendidikan
Di bidang pendidikan, gerakan ini sendiri berawal dari dunia pendidikan yang memiliki rutinitas mengadakan diskusi-diskusi keagamaan di instasi-instasi pendidikan, baik di dunia kampus, maupun di sekolah. Ciri khas gerakan tarbiyah dalam mendidik kader-kadernya adalah :
·         membentuk kelompok mentoring / halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) kecil yang terdiri dari lima hingga dua belas orang anggota (mutarabbi) dibimbing oleh seorang murabbi, [33]
·         materi yang disampaikan adalah materi tarbiyah, diantaranya : makna syahadatain, Ma’rifatullah, Ma’rifatul Rasul, Ma’rifatul Islam, Ma’rifatul Insan, Ma’rifatul Qur’an, Al-Ghozwul Al-Fikr, Hisybusy Syaithan, Qadhayah Ad-dakwah, Al-Haq wal Bathil, Takwinul Ummah, At-Tarbiyah Al-Islamiyyah Al-Harakiyyah, Fiqhud dakwah dan berbagai ilmu tambahan lainnya seperti fiqh, shirah, alquran, hadits, dan lainnya[34]
·         Perangkat-perangkat dan sarana-sarana kegiatan selain halaqoh / mentoring yang biasa dilakukan untuk pembinaan aktivis tarbiyah diantaranya adalah :
o    Mabit : Mabit adalah salah satu sarana tarbiyah ruhiyah dalam bentuk menginap bersama dengan menghidupkan malam untuk memperkuat hubungan dengan Allah, meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah, meningkatkan akhlak, mewujudkan miniatur lingkungan yang islami, memperkuat ukhuwah dan menambah bekalan dakwah.
o   Ta’lim : Ta’lim adalah bentuk tarbiyah tsaqafiyah (memperluas wawasan) yang diselenggarakan secara mandiri atau diadakan oleh pihak lain. Program ini menyertakan peserta yang lebih banyak, bersifat umum dan menghadirkan nara sumber yang ahli di bidangnya. Bentuk kegiatannya antara lain ta’lim di masjid, televisi, radio, dan sebagainya. Para murobbi hendaknya menginventarisir kegiatan-kegiatan tersebut, disesuaikan dengan kurikulum dalam tarbiyah dan disosialisasikan kepada peserta halaqohnya.
o   Dauroh atau Pelatihan : Dauroh adalah forum intensif untuk mendalami suatu tema atau ketrampilan tertentu dengan nara sumber yang ahli di bidangnya. Waktu dauroh biasanya 1 hari penuh hingga 1 pekan (tergantung tema).
o   Rihlah : Rihlah adalah suatu perjalanan rekreasi ke suatu tempat yang indah seperti pegunungan atau pantai. Rihlah diharapkan dapat menguatkan hubungan persaudaraan antar sesama anggota halaqoh, menyegarkan jiwa dan fikiran serta menyehatkan badan. Rihlah minimal diadakan setahun sekali. Rihlah memakan waktu 1 – 3 hari.
o   Mukhayyam : Mukhayyam adalah berkemah selama 2-3 hari di bumi perkemahan atau daerah pegunungan atau pantai. Mukhayam terutama bertujuan untuk melatih fisik dan ketrampilan selain target fikri dan ruhani
o   Penugasan : Penugasan adalah bentuk tugas mandiri yang diberikan oleh seorang murobbi kepada peserta halaqoh. Penugasan dapat berupa hafalan Al Qur’an, hadits, bahkan penugasan dakwah.[35]
Dalam realisasi pergerakkanya, Gerakan tarbiyah ini kemudian membentuk Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) yang melakukan pertemuan tiap tahun. Sejak tahun 1988, jaringan ini telah menyebar ke-64 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Di sebagian besar perguruan tinggi bahkan para aktivis tarbiyah ini menempati posisi penting dalam organisasi intra kampus , seperti BEM, dan lainnya. Selain itu, gerakan ini juga masuk ke sekolah-sekolah di kota-kota besar yang kemudian menjadi kegiatan ekstrakurikuler ROHIS. Pada tahun 1997, saat indonesi dilanda reformasi, Para pelajar yang terdiri dari beberapa organisasi pelajar muslim saat itu mendirikan organisasi masa pelajar yang diberi nama Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia (KAPMI) sebagai wadah penyatu isi dan pergerakan pelajar muslim Indonesia kearah yang lebih baik. Tujuh Forum pelajar yang turut memprakasai KAPMI diantaranya adalah  FORKOPMI (Forum Komuikasi Pelajar Indonesia) Jakpus, KOPMI (Komunikasi Pelajar Muslim Indonesia) Jakut, FKBR (Forum Keluarga Besar Rohis) Jaksel, FUPI (Forum Ukhuwah Pelajar Indonesia) Jaksel, FUPMI (Forum Ukhuwah Pelajar Muslim Indonesia) Jaktim, FAKSAROH (Forum Aktivis Rohis) Jakbar, dan SABAR (Silaturahim Keluarga Besar Rohis) Jakbar[36]
Kemudian pada tahun 1998, dalam merespon perkembangan politik Indonesia, gerakan tarbiyah dari kalangan mahasiswa kemudian membentuk organisasi formal bernama KAMMI (Kesatuan aksi mahasiswa muslim Indonesia). Hingga saat ini, gerakan ini telah banyak melahirkan berbagai organisasi keislaman di tingkat pelajar dan mahasiswa, baik yang terikat oleh struktur maupun yang diluar struktur. [37]
3)      Politk
Pertengahan juli 1998 pimpinan gerakan tarbiyyah beserta pimpinan yayasan yang didirikan aktivis tarbiyah berkumpul untuk melakukan musyawarah, diantara aktivis yang dating adalah dari yayasan Al Haramain, umumnya alumni timur tengah dan komunitas SIDIK (Studi dan Informasi Untuk Dunia Islam Kontemporer). Kemudian juga hadir ISTEC, yaitu aluni perguruan tinggi Negara-negara barat dan yayasan Ibu Harapan pimpinan Ustadzah Yoyoh Yusroh. Musyawarah yang dipimpin langsung ustadz hilmi aminuddin, akhirnya sepakat mendirikan partai keadilan. Kesepakatan diambil pada hari senin, tanggal 26 rabiul awal 1419 H atau 20 Juli 1998. Pendeklarasian pendirian partai diadakan di lapangan Masjid Al-Azhar pada tanggal 9 agustus 1998 yang dihadiri lebih dari 30.000 orang.[38]
Awalnya, proses musyawarah ini berlangsung panjang. Apalagi pada tahun 1997 pimpinan tarbiyah dan yayasan-yayasan sudah berancang-ancang akan mendirikan partai politik pada tahun 2010. Karena diperkirakan presiden soeharto turun dari kekuasaannya. Ternyata, keruntuhannya lebih cepat dari prediksi semula akibat reformasi. Dua orang tokoh yang sangat kuat mendorong pendirian partai adalah mashadi dan Untung wahono. Sedangkan ustadz hilum cenderung bersikap netral dan lebih banyak mendengarkan. Argumentasu untung saat itu adalah apabila tidak mendirikan parpol dan hanya terfokus pada gerakan tarbiyah, makan akan tenggelam. Suaranya memang terdengar, tetapi tidak memiliki pengaruh yang kuat. Hingga pada akhirnya diselenggarakan pollingg. Hasilnya, lebih 80% anggota setuju membentuk partai. Persoalan lainnya adalah apakah partai tergabung sekaligus dengan gerakan tarbiyah atau merupakan cabang saja dari tarbiyah. Hingga akhirnya disepakati untuk digabung, prinsipnya adalah hizbu huwal jama’ah, wal jama’ah hiyal hizb (partai adalah jama’ah dan jama’ah adalah partai).[39]
Partai yang dideklarasikan oleh 52 tokoh gerakan tarbiyah ini berhasil mengikuti pemilu 1999 dan menjaring sebanyak 1.436.565 suara atau sekitar 1,7% dari keseluruhan jumlah suara dan menempatkan tujuh wakilnya di DPR. Karena ketentuan electoral threshold, partai ini tidak bisa mengikuti pemilu 2004. Oleh karena itu, sebagai upaya agar bisa mengikuti pemilu selanjutnya, partai keadilan (PK), berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang diputuskan dalam majelis Syuro XIII partai keadilan yang berlangsung di wisma haji bekasi jawa barat tanggal 17 april 2003 dengan presoden partainya adalah Hidayat nur wahid menggantikan muzzammil yusuf. Tiga hari kemudian digelar deklarasi DPP PKS di silang monas yang dihadiri sekitar 40.000 kader.
Dalam pemilu 2004, PKS mampu meraih suara sangat signifikan, yaitu 7,4 persen (8.325.020 suara) dengan 45 kursi di DPR. Bahkan, mantan presiden partai ini, hidayat nurwahid mampu menduduki kursi ketua MPR RI. Meski kalah dibandingkan partai-partai besar lainnya, PKS menjadi fenomena keajaiban politik di Indonesia karena ia dapat mengungguli partai-partai baru yang memiliki sejarah lebih tua. Hanya dalam waktu 20 tahun, gerakan dakwah kampus ini telah berkembang menjadi partai yang diperhitungkan di pentas politik dan gerakan islam kontemporer.[40] Pada pemilu 2009, PKS berhasil meraih suara 8.206.955 (7,88 %) dan mendapatkan 59 kursi DPR RI.[41]
Dalam PKS, keanggotaan terdiri atas :[42]
b)      Anggota kader pendukung, yang terdiri dari:
1.      Anggota Pemula yaitu mereka yang mengajukan permohonan untuk menjadi anggota partai dan terdaftar dalam keanggotaan partai yang dicatat oleh Dewan Pimpinan Cabang setelah lulus mengikuti Training Orientasi Partai.
2.      Anggota Muda yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat dasar satu.
c)      Anggota Kader Inti, yang terdiri dari:
1.      Anggota Madya yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat dasar dua.
2.      Anggota Dewasa yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat lanjut.
3.      Anggota Ahli yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat tinggi.
4.      Anggota Purna yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat ahli.
5.      Anggota Kehormatan yaitu mereka yang berjasa dalam perjuangan partai dan dikukuhkan oleh Dewan Pimpinan Pusat.







[1] Abdul aziz, gerakan kontemporer islam di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1989), hal. 211
[2] Abdul aziz, gerakan kontemporer islam di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1989), hal. 211-215
[3] Abdul aziz, gerakan kontemporer islam di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1989), hal. 217-219
[4] Abdul aziz, gerakan kontemporer islam di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1989), hal. 211
220-221
[5] Imaduin Rahmat, Arus Baru Radikal Islam “Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia” (Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 108-109
[6] M. Imaduin Rahmat, Arus Baru Radikal Islam “Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia” (Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 88
[7] Abdul aziz, gerakan kontemporer islam di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1989), hal. 265-266
[8] Abdul aziz, gerakan kontemporer islam di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1989), hal. 267
[9] Usman Abdul Muis Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, Penerjemah Salafudin Abu Sayyid, Hawin Murtadlo dan Jasiman (Solo : Era Intermedia, 2000), hal. 563
[10] Abdul aziz, gerakan kontemporer islam di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1989), hal. 217
[11] M. Imaduin Rahmat, Arus Baru Radikal Islam “Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia” (Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 110-112
[12] Usamah hisyam, Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring ( Jakarta : Dharmapena Citra Media cet II, 2012), hal. 34
[13] Usamah hisyam, Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring ( Jakarta : Dharmapena Citra Media cet II, 2012), hal. 35-37
[14] M. Imaduin Rahmat, Arus Baru Radikal Islam “Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia” (Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 113-114
[15] Ali said damanik, feomena Partai Keadilan “transformasi 20 tahun gerakan tarbiyah di indonesia” (bandung : mizan, 2002), hal. 110-116
[16] Ali said damanik, feomena Partai Keadilan “transformasi 20 tahun gerakan tarbiyah di indonesia” (bandung : mizan, 2002), hal. 116-121
[17] M. Imaduin Rahmat, Arus Baru Radikal Islam “Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia” (Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 115
[18] Usamah hisyam, Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring ( Jakarta : Dharmapena Citra Media cet II, 2012), hal. 68
[19] M. Imaduin Rahmat, Arus Baru Radikal Islam “Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia” (Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 123
[20] M. Imaduin Rahmat, Arus Baru Radikal Islam “Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia” (Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 86-87
[21] Ali said damanik, feomena Partai Keadilan “transformasi 20 tahun gerakan tarbiyah di indonesia” (bandung : mizan, 2002), hal.
[22] Tim SMPN FSLDK Nasional, Risalah Managemen Dakwah Kampus edisi revisi ( Bandung : GAMAIS Press, 2007), hal. 5
[23] Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, Syarah Ar Kanul Bai’ah cetakan Pertama (Solo:Media Insani, 2006), hal. 25-26
[24] Musthada Muhammad thahan, Pemikiran Moderat Hasan Al-Banna, diterjemahkan Akmal Burhanudin (Bandung : Harakatuna), hal 195-201
[25] Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin terjemahan Anis Matta ,dkk (Solo : Era Intermedia) hal. 232-233
[26] Agus Ahmad Syafei, Pengembana Masyarakat Islam (Bandung : Remaja Rosadakarya, 2001), hal. 31-34
[27] Usamah hisyam, Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring ( Jakarta : Dharmapena Citra Media cet II, 2012), hal. 32
[28]  QS Al-An’am :162
[29] Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin terjemahan Anis Matta ,dkk (Solo : Era Intermedia) bab risalah ta’lim
[30] Hilmi Aminuddin, Strategi Dakwah Gerakan Islam (Jakarta : Tarbiatuna, 2003), hal 17-21
[31] Majelis Pertimbangan Pusat PKS, Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, 2008, hal 58-60
[32] M. Imaduin Rahmat, Arus Baru Radikal Islam “Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia” (Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 123
[33] Tim Kaderisasi DPP PKS, 2004
[34] Ebook materi tarbiyah
[35] Nugroho Widiyantoro, Buku Panduan Dakwah Sekolah versi ebook hal. 81-85
[37] M. Imaduin Rahmat, Arus Baru Radikal Islam “Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia” (Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 123
[38] Usamah hisyam, Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring ( Jakarta : Dharmapena Citra Media cet II, 2012), hal. 80
[39] Usamah hisyam, Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring ( Jakarta : Dharmapena Citra Media cet II, 2012), hal. 80-81
[40] M. Imaduin Rahmat, Arus Baru Radikal Islam “Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia” (Jakarta : Erlangga, 2005), hal. 124
[41] Usamah hisyam, Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring ( Jakarta : Dharmapena Citra Media cet II, 2012), hal. 198
[42] AD/ART PKS tahun 2002 pasal 3
Comments
0 Comments

0 komentar:

Postingan yang Lain