Muhammadiyah (Sejarah, Pemikiran dan pergerakkannya)
Sahabat DN, kali ini saya akan berbagi tulisan saya tentang salah satu organisasi keislaman terbesar yang ada di Indonesia, yaitu adalah muhammadiyah, baik itu sejarahnya, pemikiran dan pergerakkannya.
Tulisan ini saya buat dalam rangka mengumpulkan informasi-informasi tentang organisasi muhammadiyah yang kemudian akan saya jadikan bahan informasi dalam penyusunan skripsi saya,
Saya memberikan kebebasan kepada sahabat DN untuk mengopy-paste artikel ini,setidaknya ada izin berupa komen di artikel ini. pada kesempatan lain kita akan bahas organisasi dan pergerakkan keislaman yang lainnya, seperti NU, Tarbiyah, Persis, DDII, HTI, dan lainnnya. selamat menyimak. terima kasih ^_^
a.
Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada 18
november 1912 oleh kiai Haji Ahmad dahlan. Berbeda dari kebanyakan organisasi
yang didirikan pada masa yang sama, muhammadiyah didirikan oleh seorang pendiri
saja, yaitu Kiai Haji Ahmad Dahlan. [1]
Kiai haji ahmad dahlan dilahirkan di kampung kauman,
Yogyakarta pada 1869 M dengan nama aslinya adalah mohammad darwisj. Ayahnya,
K.H Abu bakar bin kiai sulaiman adalah seorang khatib, sementara ibunya adalah
saudari dari haji Ibrahim, seorang penghulu (kepala masjid). [2]
Semasa kecilnya, Muhammad Darwis tak pernah pergi ke
sekolah. Ayah Darwis sendirilah yang mendidiknya, seperti mengaji sebelum
mengirimkannya ke ulama lain untuk memperdalam agamanya. Kemudian ia menuntut
ilmu di Mekkah dan melaksanakan ibadah haji pada tahun 1890 saat ia berusia 22
tahun. Setelah melaksanakan haji, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Beliau
pernah berguru selama 2 tahun kepada Syekh Ahmad Chatib, ulama kelahiran
Bukittinggi yang berkedudukan di Masjid Al-Haram sebagai imam mazhab Syafii.[3]
Kiai haji Ahmad dahlan terinspirasi dan terilhami
sekali dengan pemikiran dan pergerakkan pembaharuan islam seperti ibnu
taimiyah, Muhammad bin abdul wahhab, jamaludin al afghani, Muhammad abduh dan
rasyid ridha.[4]
Perkenalan dengan pemahaman islam tersebut
dimulai saat beliau berangkat ke mekkah untuk menunaikan ibadah haji kemudian
tinggal selama satu tahun pada perjalanan pertamanya dan selama dua tahun pada
perjalanan keduanya.
Pada saat ahmad dahlan menunaikan ibadah haji, arab
Saudi sedang mengalami kebangkitan kedua yang ditopang oleh gerakan permurnian
ala Wahhabi dan hal ini menginspirasi gerakan-gerakan islam puritan di negeri
ini, termasuk muhammadiyah. Selain itu, majalah al wutsqa milik Muhammad abduh
juga telah beredar di makkah dan sekitarnya.[5] Tidak
diragukan lagi bahwa pemikiran ahmad dahlan dipengaruhi juga oleh pemikiran
Muhammad abduh. Tapi hanya terbatas pada masalah yang diperdebatkan (khilafiyah) saja dan belum menyentuh substansi dari apa
yang dimaksud oleh Muhammad abduh. [6]
Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas
dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas
pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat
Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan.
Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara
lain:
1)
Umat Islam tidak memegang teguh
tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik,
bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan
yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan
sinar kemurniannya lagi;
2)
Ketiadaan persatuan dan kesatuan
di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta
ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
3)
Kegagalan dari sebagian
lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena
tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;
4)
Umat Islam kebanyakan hidup dalam
alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis,
berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
5)
kegiatan misi dan zending Kristen
di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat,[7]
6)
sebagai pergerakkan untuk melawan
penjajahan dan penindasan yang dilakukan oleh belanda.[8]
Timbulnya cita-cita untuk mendirikan muhammadiyah
karena dorongan sebuah ayat al-quran :
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِالْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (١٠٤)
“dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”[9]
Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi
Muhammad, karena berasal dari kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah,
sedangkan secara terminologi berarti gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi
mungkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Berkaitan dengan
latar belakang berdirinya Muhammadiyah secara garis besar faktor penyebabnya
adalah pertama, faktor subyektif adalah hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap
al-Qur’an dalam menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya. Kedua, faktor
obyektif di mana dapat dilihat secara
internal dan eksternal. Secara internal ketidakmurnian amalan Islam akibat
tidak dijadikannya al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh
sebagian besar umat Islam Indonesia.[10]
Tujuan dari organisasi muhammadiyah kemudian
dirumuskan sebagai berikut :
1)
Membersihkan Islam di Indonesia
dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam dengan Mengembalikan dasar
kepercayaan umat pada tuntunan Al-Quran dan Hadits
2)
Reformulasi doktrin Islam dengan
pandangan alam pikiran modern;
3)
Reformulasi ajaran dan pendidikan
Islam
4)
Mempertahankan Islam dari pengaruh
dan serangan luar
5)
Mengamalkan ajaran-ajaran islam
dalam amal perbuatan yang berguna bagi masyarakat
6)
Membebaskan manusia dari
ikatan-ikatan tradisionalisme, konservatisme, taqlidisme, dan formalism yag
membelenggu hidup dan kehidupan masyarakat islam sebenarnya
Diantara tokoh-tokoh pertama yang menjadi anggota
pengurus pusat muhammadiyah yang berdiri pada tanggal 18 november 1912 adalah :Haji
Ahmad Dahlan (Khatib amin), Abdullah Sirat (Penghulu), Haji Ahmad (Khatib
cendana), Haji Abdurrahman, Raden Haji Sarkawi, Haji Muhammad (kebayan), Raden
Haji Djaelani, Haji Anies, Haji Muhammad Pakih (carik). [11]
b.
Pemikiran Muhammadiyah
1)
Aqidah
Dari
berbagai penelitian tentang KHA. Dahlan hampir semuanya sepakat bahwa
pemikirannya tidak dapat dipisahkan dari ide-ide pembaharuan, seperti ibnu
taimiyyah, ibnul qoyyim, Muhammad bin abdul wahhab, Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo yang
menolak ajaran-ajaran yang tidak ada sunnahnya dari rasulullah (bid’ah),
hal-hal yang berbau tahayul dan kurafat.[12]
Selain itu, salah satu doktrin lain yang amat
melekat di muhamadiyah adalah tentang Amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf nahi
munkar merupakan ungkapan terpenting dalam lingkungan muhammadiyah. Awalnya
gagasan ini hanya seputar masalah agama, namun berkembang luas ke berbagai
permasalahan umat seperti politik, pendidikan, sosial, budaya dan lainnya. [13]Dalam
upaya mencegah dari kemungkaran, yang paling tampak adalah upaya mencegah
kemungkaran dalam bentuk TBC (tahayul, bid’ah dan churafat). [14]
Dan konsep terakhir yang merupakan hal penting dalam
muhammadiyah adalah “menjadi muslim kaffah” berdasarkan Al-Quran Surat
Al-baqarah ayat 208. Gagasan ini secara ideal diimplementasikan dalam dua cara
yang luas. Yang pertama adalah melalui implementasi syariat islam di semua
aktivitas dan lingkungan, dan kedua melalui pelayanan masyarakat yang
semata-mata didasarkan pada Al-Qur’an dan sunnah nabi[15]
Dapat dikelompokkan bahwa pandangan keagamaan
muhammadiyah didasarkan pada beberapa aspek. Yaitu ijtihad, tajdid, dan jihad. [16]
aspek pertama adalah ijtihad, secara literal ijtihad didefinisikan “berusaha
sekuat tenaga”, “mengerahkan tenaga”, “Usaha keras”, atau “memaksimalkan diri”.
Dalam ilmu fiqh, para ahli mendefinisikan ijtihad adalah “usaha maksimal yang
dilakukkan oleh ahli fiqh untuk menguasai dan menerapkan prinsip-prinsip dan
aturan ushul fiqh (legal theory) yang bertujuan untuk menyingkap hukum Allah”.
Di muhammadiyah ijtihad bisa dijalankan secara kolektif atau individu dan bagi
yang tidak mampu melakukannya harus ber-ittiba’, yakni menerima atau mengikuti
fatwa seseorang dengan syarat mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari fatwa
tersebut.
aspek kedua adalah adalah tajdid (kebangkitan,
reformasi) yang merujuk pada hadits “innallaha yab’atsu hazhihi al-umma ‘ala
ra’si kulli mi’a sana man yujaddid laha amr diniha” (sesungguhnya Allah akan
mengutus pada umat ini setiap seratus tahun orang yang akan memperbarui agama
mereka). [17]
Tajdid di muhammadiyah mempunyai dua definisi, pertama adalah pemurnian yang
meliputi pemahaman, internalisasi. Pemurnian akidah dengan membersihkan pribadi dari hawa nafsu yang
hanya mengikuti kebiasaan yang ada pada diri sendiri, dalam keluarga, dan dalam
masyarakat. Karena kebiasaan itu tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, maka
harus ditinggalkan dan kembali pada Al-Quran dan Sunnah. Dan penerapan hal-hal yang sudah tetap dalam islam
seperti otentitas Al-Quran, hadits shahih, teologi islam, ibadah, etika islam,
dan hubungan sosial. dan yang kedua adalah modernisasi dalam hal-hal yang tunduk
pada perubahan seperti system organisasi, pengembangan model-model pendidikan
dan sebagainya
aspek ketiga adalah jihad yang secara literal
berarti “berusaha keras”, atau “berjuang”. Menurut muhammadiyah jihad sebagai
sebuah kewajiban dapat dilakukan dengan empat cara : dengan hati, dengan lisan,
dengan pikiran, dan dengan pedang. Akan tetapi muhammadiyah menekankan
pentingnya berinfak di jalan Allah. [18]
2)
Fiqh Ibadah
Karena muhammadiyah menganut paham purifikasi
(pemurnian), maka dalam kegiatan beribadah pun muhammadiyah meninggalkan segala
bentuk amal ibadah yang tidak ada tuntunannya dari rasulullah serta tidak
sesuai dengan pamahaman salaf, seperti Niat shalat yang dilafazkan, adzan dua
kali pada shalat Jumat, mewajibkan Qunut Subuh, Witir, dan Nazilah, Shalat
Tarawih 23 rakaat, Dzikir dengan suara keras, Penentuan awal ramadhan dan 1
syawal, Tawasul, Tahlil, dan makruhnya hukum Rokok[19]
Berikut sikap muhammadiyah terhadap hal tersebut :[20]
a)
Niat Shalat: Muhammadiyah berpendapat bahwa niat sholat itu
di hati, tidak perlu diucapkan.
b)
Shalat Jum‘at: shalat
Jum‘at biasanya diadakan dengan satu kali adzan dan tanpa Ma‘ashiral
c)
Qunut Subuh, Witir, dan Nazilah: Muhammadiyah berpendapat
qunut Subuh bukan merupakan sesuatu yang disunnahkan atau yang diwajibkan. Muhammadiyah
berpendapat bahwa Qunut Subuh dan Witir bukan suatu amalan sunnah.
d)
Shalat Tarawih: mengenai Shalat Tarawih Muhammadiyah
berpendapat dikerjakan 8 Raka‘at di tambah Witir 3 Raka‘at
e)
Dzikir dengan Suara Keras: dzikir ba‘da shalat menurut
muhammadiyah dilakukan sendiri-sendiri dan dengan suara rendah
f)
Penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal: muhammadiyah
menggunakan metode hisab (perhitungan tanggal melalui ilmu astronomi)
g) Tawassul: Muhammadiyah menganggap
bahwa berdoa melalui perantara atau dengan ber-tawassul adalah tidak boleh
hukumnya
h) Tahlilan: Muhammadiyah tidak
membolehkannya, disebabkan ada unsur-unsur bid‘ah di dalamnya. Esensi pokok
tahlilan orang yang meninggal dunia sebagai perbuatan bid'ah bukan terletak
pada membaca kalimat la ilaha illallah, melainkan pada hal pokok yang menyertai
tahlil, yaitu; Mengirimkan bacaan ayat-ayat al-Qur'an kepada jenazah atau
hadiah pahala kepada orang yang meninggal,Bacaan tahlil yang memakai pola
tertentu dan dikaitkan dengan peristiwa tertentu. [21]
c. Pergerakkan
1) Sosial dakwah
Dalam
rangka Amal Usaha Muhammadiyah dalam bidang Sosial, muhammadiyyah membuat Majelis
Pembina Kesehatan Umum, Majelis Pembina Kesehatan Umum, Majelis Wakaf dan
Kehartabendaan, Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan, Majelis Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Majelis Pelayanan Sosial, dan Majelis
Lingkungan Hidup.
Sedangkan
dalam kegiatan dakwah, muhammadiyah memiliki Majelis Tabligh, Majelis Tarjih
dan Tajdid, dan Majelis Tarjih dan Tajdid.[22]
Bentuk
gerakan nyatanya diantaranya adalah : Panti Asuhan, Panti Jompo, Asuhan
keluarga, rehabilitasi cacat, bank perkreditan rakyat, baitul mal wat tamwil,
koperasi, balai pertemuan, Rumah sakit umum, Rumah sakit bersalin, balai
pengobatan ibu dan anak dan poliklinik[23]
2) Penidikan
Dalam
dunia pendidikan, Muhammadiyah telah melakukan aktifitasnya dalam bentuk
mendirikan madrasah-madrasah dan pesantren dengan memasukkan kurikulum
pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan umum dan modern, mendirikan
sekolah-sekolah umum dengan memasukkan kurikulum keislaman dan
kemuhammadiyahan. Lembaga pendidikan yang didirikan di atas dikelola dalam
bentuk amal usaha dengan penyelenggaranya dibentuk sebuah majelis dengan nama
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, serta majelis pendidikan tinggi secara
vertikal mulai dari Pimpinan Pusat sampai ke tingkat Pimpinan Cabang.
Dengan
Visi Pendidikannya yaitu, Tertatanya manajemen dan jaringan pendidikan yang
efektif sebagai gerakan Islam yang maju, profesional dan modern serta untuk
meletakkan landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas pendidikan
Muhammadiyah.
Misi-Misi
yang akan dilaksanakan adalah:
a) Menegakkan keyakinan Tauhid yang murni;
b) Menyebarluaskan ajaran Islam yang
bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah;
c) Mewujudkan amal Islami dalam
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat;
d) Menjadikan lembaga pendidikan
Muhammadiyah sebagai pusat pendidikan, dakwah dan pengkaderan.[24]
Dalam
pergerakkan di bidang organisasi pelajar, muhammadiyah memiliki Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM), berdiri 18 Juli 1961, hampir setengah abad setelah
Muhammadiyah berdiri. Namun demikian, latar belakang berdirinya IPM tidak
terlepas kaitannya dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai
gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar yang ingin metakukan pemurnian
terhadap pengamalan ajaran Islam, sekaligus sebagai salah satu konsekuensi dari
banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan
mendidik kader. Oleh karena itulah dirasakan perlu hadirnya Ikatan Pelajar
Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggit kepada misi
Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung penyempurna
perjuangan Muhammadiyah.
Ikatan
Pelajar Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia, dengan 32
Pimpinan Wilayah, 355 Pimpinan Daerah, dan sejumlah Pimpinan Cabang serta
Pimpinan Ranting IPM di semua sekolah Muhammadiyah tingkat SLTP dan SLTA. Gerakan-gerakan
nyata yang dilakukan IPM adalah : Pengajian Islam Rutin (PIR), Sekolah Kader, Gerakan
Iqra, Gerakan Budaya Tanding, Gerakan Kewirausahaan, dan Gerakan Advokasi
Pelajar.[25]
3) Politik
Muhammadiyah
tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan
politik atau organisasi manapun, termasuk dengan PAN (Partai Amanat Nasional)
yang didirikan oleh mantan ketua umum muhammadiyyah, Amien Rais. Muhammadiyah
senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan
menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma'ruf nahi munkar demi
tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Muhammadiyah
memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak
pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan
hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang
dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan
Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.[26]
Penulis : Ade Zuniarsa Putra, S.Ag
[1]
Dr. Suadi Asyari, Nalar politik NU dan Muhammadiyah (Yogyakarta : LKiS, 2009),
hal. 44
[2]
Depdikbud, Kiai Haji Ahmad Dahlan (dekdikbud, 1985), hal. 40
[3]
Rusli Karim. Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar. (Jakarta: Rajawali, 1986).
Hal. 3
[4]
Depdikbud, Kiai Haji Ahmad Dahlan (dekdikbud, 1985), hal. 45
[5]
Dr. Suadi Asyari, Nalar politik NU dan Muhammadiyah (Yogyakarta : LKiS, 2009),
hal. 45
[6]
Arbiyah Lubis, Pemikiran muhammadiyah dan Muhammad abduh : Suatu studi
Perbandingan, (Jakarta : Bulan bintang, 1993), hal. 184-185
[7]
Depdikbud, Kiai Haji Ahmad Dahlan (dekdikbud, 1985), hal. 118 - 119
[8]
Dr. Suadi Asyari, Nalar politik NU dan Muhammadiyah (Yogyakarta : LKiS, 2009),
hal. 41-43
[9]
Depdikbud, Kiai Haji Ahmad Dahlan (depdikbud, 1985), hal. 65-66
[10]
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-44-det-tentang-muhammadiyah.html
diakses 25 oktober 2012 pukul 21.05
[11]
Depdikbud, Kiai Haji Ahmad Dahlan (dekdikbud, 1985), hal. 70 - 71
[12]
Dr. Suadi Asyari, Nalar politik NU dan Muhammadiyah (Yogyakarta : LKiS, 2009),
hal. 44-45
[13]
Dr. Suadi Asyari, Nalar politik NU dan Muhammadiyah (Yogyakarta : LKiS, 2009),
hal. 66
[14]
Ahmad Januri, ideology kaum reformis : Melacak Pandangan keagamaan muhammadiyah
periode awal (Surabaya : lpam, 2002), hal. 175
[15]
Dr. Suadi Asyari, Nalar politik NU dan Muhammadiyah (Yogyakarta : LKiS, 2009),
hal. 68
[16]
Dr. Suadi Asyari, Nalar politik NU dan Muhammadiyah (Yogyakarta : LKiS, 2009),
hal. 57-60
[17]
Abu daud, sunan Vol IV, ed.MM. ‘Abd al-Hamid, (Kairo, 1951), hlm. 156
[18]
Ahmad Januri, ideology kaum reformis : Melacak Pandangan keagamaan muhammadiyah
periode awal (Surabaya : lpam, 2002), hal. 174
[19]
M. Yusuf Amin Nugroho, Fiqh Al-Ikhtilaf Nu-Muhammadiyah (ebook, 2010), hal. 54
[20]
M. Yusuf Amin Nugroho, Fiqh Al-Ikhtilaf Nu-Muhammadiyah (ebook, 2010), hal.
55-56
[21]
M. Yusuf Amin Nugroho, Fiqh Al-Ikhtilaf Nu-Muhammadiyah (ebook, 2010), hal. 136
[22]
http://www.muhammadiyah.or.id/content-46-det-majelis.html diakses 27 oktober
2012 pukul 10.28
[23]
http://adi.or.id/muhammadiyah-dalam-pengembangan-pendidikan-budaya-dan-karakter-bangsa-di-era-globalisasi/
diakses 27 oktober 2012 pukul 11.28
[24]
http://www.muhammadiyah.or.id/content-46-det-majelis.html diakses 27 oktober
2012 pukul 10.28
[25]
http://www.muhammadiyah.or.id/content-88-det-ipm.html daikese 27 oktober 2012
pukul 10.30
[26]
http://www.umy.ac.id/kaji-komunikasi-politik-muhammadiyah-dosen-fai-umy-raih-doktor-komunikasi-cum-laude.html
diakses pada 27 oktober 2012 pukul 12.09