Terbaru

MANAJEMEN WAKTU - SKALA PRIORITAS



“Sungguh saya telah berjumpa dengan beberapa kaum, mereka lebih bersungguh-sungguh dalam menjaga waktu mereka daripada kesungguhan kalian untuk mendapatkan dinar dan dirham” (Al-Hasan Basri)

Waktu tak dapat diulang dan akan terus berputar tanpa henti hingga waktu itu sendiri berakhir dan mati. Jika kita tak dapat mengendalikan waktu kita, maka kita yang akan dikendalikan oleh waktu. Suka atau tidak, begitulah nyatanya.

Kita bisa membeli apapun dengan uang kita, tapi tidak untuk waktu. Jika ditunda, tertunda yang lainnya. Jika Terlewat, ikut terlewat yang lainnya. Jika habis, ikut habis semua yang ada di dalamnya.

Siapa saja diantara kita yang hari ini sama dengan hari sebelumnya, MERUGIlah kita. Jika hari malah lebih buruk dari kemarin, CELAKA lah kita. Tapi jika hari ini lebih baik dari kemarin, termasuk orang-orang BERUNTUNG lah kita.

Diantara kiat-kiat mengatur waktu, salah satunya adalah dengan pandai menempatkan skala prioritas. Sayangnya, kebanyakan kita kurang apik dalam mengatur skala prioritas. Bukan berdasarkan yang kita butuhkan, tapi hanya berdasarkan apa yang kita inginkan. Celakanya lagi yang benar-benar tidak penting malah kita dahulukan.

Islam sebagai agama yang besar dan lengkap sudah mengatur tentang bagaimana mengatur skala prioritas. Misalnya, dalam sebuah kaidah fiqh dikatakan,

فإن تزاحَمْ عَدَدُ المَصالِح يُقدّمُ الأعلَي مِن المَصالِح

Bila sejumlah kemaslahatan berbenturan maka diutamakan yang paling besar maslahatnya.

Misal, sering kan kita temukan pengajian yang bablas sampai isya', pasti pernah terlintas di dalam hati kita,

"Kok bukannya langsung shalat, malah meneruskan pengajian dan menunda shalat isya? Bukannya shalat di awal waktu itu sunnah?"

Betul, shalat di awal waktu itu sunnah. Tapi menuntut ilmu itu kan wajib, pengajian itu juga dalam rangka menuntut ilmu. Jadi ketika yang wajib (Pengajian) bertemu dengan yang sunnah (Shalat di awal waktu), maka yang wajib dahulu yang diselesaikan, yaitu pengajiannya.

Sebab itu ulama membagi hukum islam itu menjadi lima tingkatan. Mulai dari yang fardhu (wajib), mandub (sunnah), Jaiz (Mubah, Makruh dan Haram. Jika bertemu yang wajib dengan yang sunnah, maka dahulukan yang wajib. Jika bertemu yang sunnah dengan yang mubah, maka dahulukan yang sunnah. Apalagi jika bertemu yang sunnah dan yang haram, tentu yang sunnah harus diutamakan dan yang haram kudu ditinggalkan.

Sehingga dapat dibuat kesimpulan tingkatan skala prioritas seperti pada gambar :

Pertama, dahulukan yang benar-benar penting dan mendesak.

Kedua, pilih yang mendesak, walau tidak terlalu penting. Tidak terlalu penting disini bukan berarti tidak penting. tapi ada kepentingan yang tingkatnya berbeda. seperti contoh antara shalat di awal waktu dan pengajian di atas.

Ketiga, setelah yang mendesak sudah selesai semua, lalu kerjakan yang penting berikutnya.

Keempat, barulah kita isi waktu kita dengan hal yang tidak terlalu mendesak dan tidak terlalu penting untuk kita.

Contoh untuk yang benar-benar mendesak dan sangat penting. Memilih makan siang dahulu atau shalat dahulu. Makan memang penting, tapi tidak mendesak, karena bisa ditahan. Tapi shalat di awal waktu itu gak bisa ditunda, dan harus dikerjakan berjama'ah untuk yang laki-laki. Jadi dahulukan shalat berjama'ah di awal waktu, baru kemudian makan siang setelahnya.

Contoh lain yang mendesak tapi tidak terlalu penting. Misalnya, antara berbuka di awal waktu dengan shalat di awal waktu. keduanya penting, dan sama-sama sunnah. Tapi berbuka di awal waktu lebih didahulukan, baru kemudian shalat di awal waktu.

Jadi, dahulukan yang benar-benar mendesak dan sangat penting untuk kita. Awalnya mungkin sulit, karena tak biasa. Biasakanlah, maka akan menjadi mudah dan terbiasa.

Sederhana bukan? Semoga bermanfaat. Selamat mencoba.

Salam inspirator peradaban.
Comments
0 Comments
Facebook Comments by dhezun notes

0 komentar:

Postingan yang Lain